Setiap bulan puasa - bahkan
sebelumnya – harga-harga kebutuhan sembako cenderung naik, seperti juga bulan puasa
1438 H ini. Kenaikan harga banyak penyebabnya, antara lain tingginya permintaan
atau kebutuhan konsumen, dan ulah spekulan yang memanfaatkan momen bulan puasa.
Mereka – para spekulan itu – tahu bahwa setiap bulan puasa masyarakat Islam
menjadi konsumtif. Karena itu mereka sudah pasang kuda-kuda sebelumnya, dengan
cara mengurangi pasokan ke pasaran, atau menimbunnya.
Masalahnya sekarang mengapa
masyarakat Islam menjadi konsumtif ? Padahal bulan puasa justeru mengajarkan
orang untuk menahan diri. Menahan segala keinginan termasuk lapar dan haus. Jadi
seharusnya mereka berhemat, karena sebagian besar waktu digunakan untuk berpuasa.
Di kalangan ibu-ibu ada semacam
persepsi yang banyak diiyakan, bahwa pada bulan puasa pengeluaran belanja dapur
naik dua kali lipat. Alasannya : mau berbuka harus didahului dengan yang
manis-manis. Dan untuk makan sahur harus dihidangkan yang enak-enak, supaya
selera makan timbul. Aneh juga …sebab kenyataannya tidak harus seperti itu.
Yang disayangkan, tak jarang ibu-ibu berkeluh
kesah, seolah-olah ibadah puasa itu memberatkan. Ini keliru, sebab agama tidak
memerintahkan seperti itu. Dari sisi makan-minum, puasa hanya memindahkan jam
makan dari siang menjadi malam. Seharusnya lebih hemat, sebab secara alami - bagi
manusia - malam waktunya tidur, bukan untuk makan-minum.
Mungkin yang harus direnungkan,
sejauh mana makna puasa di bulan Suci ini telah diresapi. Sekali lagi esensi puasa
itu menahan diri, dan mengendalikan nafsu sesuai tuntunan-Nya. Tentu saja
dengan keikhlasan, kesabaran dan penuh ketaqwaan. Insyaallah masyarakat Islam
tidak akan konsumtif, sebab pola konsumtif itu sebenarnya indikasi dari keinginan
atau nafsu yang belum terkendalikan…*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar