Beberapa hari
menjelang bulan Ramadhan, bom di Kampung Melayu meledak menghenyakkan warga
Jakarta dan masyarakat di negeri ini, bahkan beberapa negara tetangga, seperti
Malaysia dan Australia.
Perihal bom, memang
bukal hal baru, karena Indonesia sudah berkali-kali mengalami teror bom.
Apalagi teror dengan media ini, sudah menjadi trendi di dunia internasional.
Yang disesalkan mengapa terjadi menjelang bulan suci Ramadhan, dan pada saat
muslim Indonesia baru saja mau “melepas lelah” dari berbagai kemelut, seperti
kasus penodaan agama yang melibatkan Ahok, pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia,
dan “kriminalisasi” terhadap Habib Rizieq Shihab tokoh FPI.
Teror bom kerap
dikaitkan dengan radikalisme Islam. Karena dalam Islam ada konsep jihad, yaitu
berperang di jalan Allah. Mereka yang picik dan terutama tidak suka Islam,
menganalogikan teror bom sebagai jihad. Dengan demikian, teror bom kerap
dituduhkan sebagai kerjaan orang Islam. Apalagi organisasi teroris yang rajin
melakukan teror bom diantaranya adalah ISIS, sebuah organisasi dunia yang mengatasnamakan
Islam.
Muslim Indonesia baru
saja dibenturkan dengan kelompok sekularisme melalui kasus penodaan agama yang
dilakukan oleh Ahok. Cukup berat, karena yang dihadapi bukan hanya Ahok seorang,
melainkan elit-elit kekuasaan dan tokoh-tokoh parpol yang berada di lingkaran
kekuasaan, yang dengan mudah dapat menggerakkan massa.
Kasus bom Kampung
Melayu dapat dijadikan peluru untuk menghujat muslim Indonesia yang dituduh
intoleransi, radikal, anti Pancasila, anti NKRI dan sebagainya. Jadi mungkin pelakunya,
bisa saja mereka yang menyimpan dendam, meski Polisi sudah menyebut ISIS
sebagai biang keroknya.
Bulan Ramadhan adalah
bulan ujian bagi kaum muslim. Pada bulan ini Allah menguji kualitas ketaqwaan
umat Islam, dimana salah satunya adalah kesabaran. Jadi bom Kampung Melayu itu
harus dianggap sebagai tes awal. Muslim Indonesia harus mampu menahan diri dan emosi,
sehingga tidak mudah terpancing…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar