Ketika perstiwa G 30 S
/ PKI terjadi saya baru kelas dua SMP.
Saya tidak mengerti politik saat itu. Tapi ingatan saya masih cukup untuk
menerawang situasi sebelum dan sesudah peristiwa itu terjadi di daerah saya, di
Bandung. Apalagi meski sekedar “kroco” saya pernah ikut-ikutan demonstrasi anti
PKI.
Sebelum peristiwa itu terjadi,
perekonomian rakyat kecil terasa begitu berat. Harga sembako khususnya beras
mahal. Bukan omong kosong kalau rakyat banyak yang kelaparan. Makan nasi
seadanya hanya satu kali sehari. Kadang nasi itu dicampur kacang merah atau
jagung. Kadang makan nasi bulgur.
Masih terbayang saat
saya ikut antri beli beras murah dan minyak tanah. Bahkan pernah antri
pembagian nasi gratis. Uang saat itu susah didapat, daya beli masyarakat sangat
lemah. Sekali lagi ini terjadi dikalangan rakyat kecil. Sementara mereka yang
kaya tak mengalami kesulitan. Cukup jauh jarak sosial antara si kaya dengan si
miskin.
Memasuki tahun 1965
PKI banyak melakukan propaganda dan provokasi. Yang saya ingat mereka banyak memasang
spanduk dan billboard yang isinya menghasut rakyat untuk memerangi apa yang
disebutnya kaum “borjuis” dan “Setan Desa”. Mereka seolah-olah pahlawan pembela
rakyat kecil. Anehnya yang mereka sebut kaum borjuis itu dianalogikan sebagai
muslim. Bahkan sebuah billboard besar terang-terangan memasang gambar tangan
dengan symbol PKI sedang menghajar para haji.
Belakangan setelah saya
baca-baca referensi, barulah saya mengerti kalau saat itu secara politik PKI sedang
diatas angin. PKI sangat dekat dengan Presiden. Dan nyaris tak ada partai
politik yang kuat menjadi lawan. Hanya Angkatan Darat yang dianggap saingan
berat oleh PKI. Dan itu sebabnya pada peristiwa G 30 S / PKI sasaran kebiadaban
terdiri dari jenderal-jenderal Angkatan Darat.
Kini memasuki bulan
September, sewajarnya rakyat Indonesia mengingat kembali peristiwa pengkhianatan
itu. PKI telah dua kali melakukan pengkhianatan yaitu tahun 1948 dan 1965.
Tujuannya tetap : menjadikan Indonesia Negara komunis. Tidak mustahil antek-anteknya
masih berkeliaran dan menyusup ke lembaga-lembaga tinggi Negara melalui Partai
Politik dan Ormas. Siapa bisa menjamin kalau Parpol, Ormas, atau seseorang
tidak berafiliasi dengan PKI ?
Waspadalah PKI itu
licin…*